Rabu, 22 Februari 2012

Adat Sunda

ADAT ISTIADAT SUNDA

APAKAH ITU?
 
Kata adat berasal dari Bahasa Arab (dalam Bahasa Sunda: biasa, umum, lumrah), artinya: segala hal yang senantiasa tetap atau sering diterapkan kepada manusia atau binatang yang mempunyai nyawa, misalnya boleh orang mengatakan “kuda itu baik adatnya” atau “jelek adatnya”, tidak pernah dipergunakan pada kayu, batu atau lain-lainnya.

Jadi dalam Bahasa Arab, adat hampir sama artinya dengan tabiat.
Kata adat, sedapat mungkin dipergunakan untuk menghaluskan perbuatan, perlakuan, yang membuat kebaikan dengan orang lain, yang sama adatnya dan tata cara pada umumnya misalnya yang terdapat dalam satu desa atau satu negara, seagama maupun kebudayaannya.
Apabila melanggar adat, misalnya dalam mengenakan pakaian yang terbalik, pakaian yang terlalu bagus atau terlalu jelek. Begitu juga dengan perkataan yang tidak sesuai dengan orang lain, duduk tidak sama rendah, berdiri tidak sama tinggi dengan sesama. Maka yang bersangkutan telah keluar dari lingkungan adat kelompoknya.

Ada lagi pemakaian kata adat yang dipergunakan pada kata batu akik atau selong adat, sebutan ini biasanya untuk mata cincin. Jadi bukan adat yang dibawa oleh batu, atau adat yang dibawa oleh pemakainya, firasat pengetahuan untuk mengetahui perwatakan, untuk memilih jodoh, pengaruh, khasiat, atau pengaruh gaib.




Seperti besi yang sudah menjadi senjata, seperti keris, pedang, golok. Khasiatnya untuk keberuntungan, derajat, perdagangan atau perjalanan.

Semua itu sudah menjadi adat orang-orang terdahulu, yang terpaksa oleh ketakhayulan dan kepercayaan selanjutnya bisa dijadikan jimat, keramat, sebagai pengaruh adat yang mempercayainya.
Bila sudah menjadi adat, lama kelamaan seandainya dikenal lagi oleh perbuatan adat yang dibawa dari kodrat, timbul peribahasa yang dalam Bahasa Sunda berbunyi : “kuat adat batan warah, ucing nyandingkeun paisan” yang artinya lebih kuat adat daripada pendidikan, seperti kucing mendampingi ikan, sebab pendidikan yang datangnya baru, walaupun sudah melekat dalam hatinya, kadang-kadang dilanggar, dan kembali lagi kepada adat kebiasaan asal yang dibawa secara kodrati.
PAMALI
Bagi masyarakat yang lahir dan dibesarkan di Tatar Sunda, mungkin masih terngiang dan masih ingat sebuah kata yang berbunyi Pamali.

Kata pamali ini lazim sebuah sebutan untuk mengatakan segala sesuatu yang tabu, dan jangan sekali-kali kita menanyakan mengapa bila disebut pamali.
Mungkin kita masih ingat, diwaktu masa kanak-kanak kita kalau duduk di pintu keluar akan mendengar larangan orang tua seperti berikut : “ulah diuk di lawang panto, pamali!” (jangan duduk di pintu keluar, tabu!).
Atau bagi anak-anak gadis remaja, ditabukan makan mentimun, nanas dan pisang ambon. Penulis masih ingat, berani makan mentimun, nanas dan pisang ambon setelah duduk di bangku kuliah. Itupun karena diledek teman-teman, yang menyebutkan percaya takhyul dan hal-hal kuno. Saking melekatnya kata pamali bagi penulis dan takut pada yang dipamalikan itu, mentimun, nanas dan pisang ambon baru dimakan ketika benar-benar sudah merasa siap dan dewasa, tentu saja setelah diperbolehkan dokter dengan catatan mengkonsumsinya jangan berlebihan.
Bukti dari kata pamali itu memang ada, sebagian perempuan yang telah makan mentimun atau nanas yang sempat dihubungi penulis untuk menjawab kuisioner pada tahun 1991, dari 20 orang responden rekan-rekan dekat penulis 60%-nya mengalami keputihan.

Jadi disini jelas, kata pamali itu jangan dipaksa untuk mengetahui apa dan mengapa kita dilarang atau dipamalikan.
Apabila kita dikatakan pamali oleh orang tua terus kita nimbrung dengan menanyakannya mengapa? Pasti kita akan dibentaknya dan sekali lagi ditegaskan PAMALI!
Selain kata pamali tadi, dalam masyarakat Tatar Sunda juga ada larangan untuk tidak bermain selepas maghrib, yang akan berakibat di rawu kelong (dibawa terbang kelelawar) atau disumputkeun jurig (disembunyikan setan).
Masih ada tidaknya masyarakat di Tatar Sunda yang masih menerapkan kata pamali dalam kehidupannya sehari-hari, tergantung dari masih perlu atau tidaknya kita melestarikan kata pamali itu sendiri?
Nah… bagaimana baraya? Sampaikan komentar Anda melalui forum diskusi Ngadu Bako.

Ditulis Oleh : Unknown ~ Sebagai Admin Blog Herangmata

HarySukaSuka Sobat sedang membaca artikel tentang Adat Sunda.Terimakasih Telah Berkunjung di Blog Herangmata, Kritik dan Saran Yang Membangun Sangat di Perlukan Agar Content dan Tampilan Blog ini Menjadi Baik.

:: Get this widget ! ::

Tidak ada komentar:

Posting Komentar